Dedek Abdullah, begitu kakak-kakaknya memanggil anak kami yang paling kecil. Tanggal 6 Juli 2007 ini usianya genap dua tahun. Dalam aktifitasnya belajar bicara sehari-hari, empat bulan terakhir ini ada yang unik pada buah hati kami ini. Ia sering kali memanggil-manggil, "Bapak ... Bapak ... Bapak, ..." sambil menunjuk kepada seseorang. Ketika kami perhatikan, ternyata yang ditunjuk dan dipanggilnya dengan panggilan khusus tersebut adalah orang-orang yang nampak kesusahan dalam hidup kesehariannya. Penarik becak, tukang sapu jalan, tukang sampah, pemulung, buruh kasar pembuat jalan, buruh bangunan dan penarik gerobak, kesemuanya dipanggilnya dengan panggilah seperti di atas.
Di setiap kejadian saya dan istri selalu saja keheranan, kenapa Si Kecil ini bertingkah demikian, kenapa yang dipanggil-panggil dan menjadi perhatiaannya hanya orang-orang yang lemah dan kesusahan, bukan yang lainnya?.
Dalam diskusi kami, kadang kami menyimpulkan, "Sepertinya ini isyarat agar kita lebih peduli lagi kepada orang-orang yang hidup dalam kesusahan. Isyarat bahwa ia ikut merindukan kehadiran para pemimpin yang sayang dan perhatian kepada rakyatnya yang lemah."
Peminta-minta yang masih sering kita jumpai di berbagai tempat, orang-orang sakit yang tak mampu berobat, anak-anak yang tak bisa meneruskan sekolah karena tak mampu membeli buku dan seragam, para pemulung yang hidup di tengah-tengah tumpukan sampah yang busuk, warga yang kurus kering dan sakit-sakitan karena kurang gizi, tempat tinggal kumuh dan tidak layak huni, ... adalah pemandangan sehari-hari yang sangat mudah kita saksikan di negeri ini.
Sungguh, pada dasarnya mereka tidak suka hidup seperti itu, terus-menerus dan turun temurun. Namun siapakah yang peduli?. Partai-partaikah, ormas-ormaskah, lsm-lsmkah, wakil-wakil rakyatkah, kepala-kepala daerah, atau siapa?.
Mari kita buka mata hati, untuk melihat semua ini!. Jika hati kita tidak buta, pastilah kita mau berbuat untuk mengahiri penderitaan ini dengan apa saja yang kita sanggupi!